MENENTUKAN NASIB BANGSA

Program rencana pembangunan lima tahun yang dulu dikenal dengan Repelita kini muncul lagi, namun dalam kemasan yang berbeda. Namanya Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional.
Kalau dulu Repelita dikenal dengan periode 30 tahun dengan target utama lepas landas. RPJP Nasional hanya mematok 20 tahun dengan target yang terkesan bombatis. Bangsa Indonesia mampu sejajar dan memiliki daya saing yang kuat di dalam pergaulan masyarakat internasional.

RPJP Nasional yang baru disahkan menjadi UU RPJP Nasional 2005-2025 dalam rapat paripurna DPR ini selanjutnya digunakan sebagai pengganti GBHN. Fungsinya sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional yang berkelanjutan disertai dengan penguatan otonomi daerah dan desentralisasi pemerintah. Sekaligus, pengesahan UU RPJP Nasional ini merupakan amanah dari UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

Pelaksanaan RPJP Nasional dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasioal dengan periode 5 tahunan. Dulu, ini dikenal dengan istilah Pelita.

Lantas apa yang menarik dari UU RPJP Nasional yang merupakan inisiatif pemerintah ini? ”UU ini hanya memuat sembilan pasal. Namun, sembilan pasal ini sangat menentukan nasib bangsa pada 20 tahun ke depan,” ujar Meneg PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzeta usai mengikuti pengesahan UU RPJP Nasional 2005-2025 di Gedung DPR Jakarta, Selasa (16/1).

Meski hanya terdiri dari 9 pasal, UU RPJP Nasional 2005-2025 ini memuat lampiran RPJP Nasional 2005-2025 yang begitu detil. ”Lampiran tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dari UU,” tambah Paskah.

Dengan disahkannya UU RPJP Nasional 2005-2025, RPJP Daerah harus mengacu RPJP Nasional sesuai karakteristik dan potensi daerah. Selama ini, RPJP Daerah dijabarkan dalam RPJM Daerah yang merupakan visi kepala daerah terpilih.

Periodisasi RPJM Daerah disepakati bahwa RPJM Daerah tidak dapat mengikuti periodisasi RPJM Nasional karena pemilihan kepala daerah tidak dilakukan secara bersamaan, sebagaimana diatur UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Di samping itu, kepala daerah paling lambat tiga bulan setelah dilantik menetapkan RPJM daerah sebagaimana diatur UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan.

Sebelumnya, RPJM Nasional 2004-2009 sudah ditetapkan melalui Perpres No. 7 Tahun 2005 tentang RPJMN 2004-2009. Sesuai pasal 34 UU No. 25 Tahun 2004, RPJM Nasional dan RPJM Daerah dapat disusun terlebih dulu dengan mengesampingkan RPJP Nasional sebagai pedoman.

Sebelum UU ini ditetapkan ada beberapa daerah yang sudah menetapkan RPJP Daerah dan RPJM Daerah. ”UU ini tetap mengakui dua rencana pembangunan tersebut. Namun, UU ini memberi batasan waktu bagi Pemda untuk menyesuaikan RPJP Daerah dan RPJM Daerah sesuai UU RPJP Nasional ini,” ujar Paskah.

Isu Besar
Salah seorang anggota Pansus UU RPJP Nasional Didik J Rachbini mengatakan bahwa substansi UU ini sudah lumayan bagus karena memuat berbagai hal yang strategis. Selain itu, juga telah mencakup berbagai aspek strategis, yang harus dilakukan oleh bangsa Indonesia jika hendak maju dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Dan, yang pasti UU ini akan mengikat karena sistem perencanaan nasional maupun perencanaan daerah sudah dimasukkan dalam UU, yang harus dilaksanakan. Dengan demikian, kata Didiek pemerintah pusat maupun pemerintah daerah wajib melaksanakan dan membuat perencanaan yang sistematis agar pembangunan berjalan dengan sebaik-baiknya.

”Setidaknya ada delapan isu besar yang dimuat di dalam Undang-undang ini,” ujarnya. Mulai dari isu daya saing bangsa. Isu ini bukan sekedar besar, tetapi sangat penting dan strategis sehingga menjadi visi pertama, sekaligus sasaran paling penting dari rencana jangka panjang agar bangsa Indonesia meningkat derajatnya, daya saingnya, pendapatan, serta kesejahteraannya.

Lalu isu tentang demokrasi, keamanan, perdamaian, kesatuan nasional hingga visi keadilan dan pemerataan pembangunan serta moral dan etika. Yang tak kalah penting adalah isu lingkungan hidup dan pembangunan yang berkelanjutan serta visi Indonesia sebagai negara kepulauan, yang kaya dengan sejarah, budaya, teknologi, dan sumber daya kelautan.

Butir-butir pemikiran ini merrupakan sublimasi dari pemikiran banyak ahli, yang dituangkan baik ketika menyusun konsepnya di tingkat pemerintah maupun dalam rapat dengan pendapat ketika proses legislasi di Pansus berjalan. ”Banyak kritik terhadap Undang-undang ini yang dianggap tidak perlu karena presiden sudah mempunyai visi dan misi dalam kampanyenya pada pemilu yang sudah bersifat langsung,” papar Didik.

Undang-undang RPJP Nasional bersifat visioner, yang kecil sekali kemungkinannya bertabrakan dengan visi dan misi presiden. Butir-butir pemikiran visioner tersebut merupakan turunan langsung dari Undang-Undang Dasar 1945.

Juru bicara dari F-PDIP Marjono menambahkan bahwa ada beberapa prioritas langkah yang harus dilakukan pemerintah terkait UU RPJPN ini. Salah satunya soal koordinasi antar penyelenggara negara untuk mencegah terjadinya tumpang tindih kewenangan yang bisa menyebabkan inefisiensi pembangunan dan menyebabkan pembangunan yang tidak terintegrasi.

Selanjutnya, Marjono menilai perlu adanya penataan ulang hubungan pemerintahan antara pusat dan daerah, hubungan antar daerah, antar ruang dan antar fungsi dari lembaga penyelenggara negara. Kewajiban untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, melalui pendidikan dan kesehatan yang murah dan terjangkau.

Keleluasaan Bagi Presiden
Sementara itu, juru bicara dari Fraksi PKS Irwan Prayitno menyatakan, meski telah ada UU RPJP Nasional 2005-2025, Presiden terpilih masih memiliki keleluasaan dalam menterjemahkan menjadi program pemerintah. Hal ini tercermin pada substansi UU yang berisi kerangka besar dan uraian yang bersifat normatif.

”Masih ada pentahapan, tapi ukuran definitifnya cukup terbuka untuk digagas oleh siapapun yang menjadi pemimpin di masa datang. RUU ini harus bersifat terbuka, artinya siap dikoreksi sesuai aspirasi yang berkembang dan perubahan di tingkat lokal, nasional, regional dan global,” kata Irwan.

Pernyataan Irwan ini tertuang dalam Pasal 5.
(1) Dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan dan untuk menghindarkan kekosongan rencana pembangunan nasional, Presiden yang sedang memerintah pada tahun terakhir pemerintahannya diwajibkan menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk tahun pertama periode pemerintah presiden berikutnya
(2) RKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun pertama periode pemerintahan presiden berikutnya

Penyusunan RKP dan RAPBN ini dilakukan pada tahun 2010, 2015, 2020 dan 2025. Meski demkian, presiden terpilih periode berikutnya tetap mempunyai ruang gerak yang luas untuk menyempurnakan RKP dan APBN pada tahun pertama pemerintahannya, yaitu 2010, 2015, 2020 dan 2025.

Penyempurnaan ini bisa dilakukan melalui mekanisme perubahan APBN (APBN-P) sebagaimana diatur dalam dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
(By Arman)